Minggu, 26 Juni 2011

Kader Partai Demokrat Ternyata Curi 547 Ribu Dompet

Oleh : Muineto Xavier Mawan

Tanah Merah Digoel, Bodipost – Kasus perampokan uang rakyat Boven
Digoel sebesar Rp. 54,7 Milyar oleh Yusak Yaluwo, Ketua DPC Partai
Demokrat Kabupaten Boven Digoel ternyata cukup ngeri untuk
dibicarakan. Pasalnya, jika diambil Rp. 100.000 sebagai rata-rata
jumlah uang dalam dompet masyarakat Boven Digoel, maka Yusak
sebenarnya telah mencuri 547.000 dompet.

Dengan jumlah populasi Kabupaten Boven Digoel yang hanya sekitar
50.000 jiwa maka “dompet” yang dicuri oleh Yusak adalah sekitar 11
kali lipat. Jumlah “dompet” pasti akan bertambah beberapa kali lipat
apabila kasus-kasus lain yang melibatkan Yusak terbongkar.

Tetapi, sekalipun uang yang dia rampok setara dengan 11 kali 547.000
dompet masyarakat Boven Digoel, Yusak, seperti banyak pejabat lainnya,
masih bernasib baik karena dia bukan rakyat kecil.

“Seandainya Yusak itu seorang petani atau pengangguran, maka dia pasti
akan masuk tahanan Polisi sebanyak 547.000 kali dan  bisa ditebak, dia
akan dianiaya sampai babak belur,” kata Emanuel.

Manu, sapaan akrabnya, adalah seorang pemuda Boven Digoel yang
beberapa kali dianiaya Polisi sampai babak belur karena dia tertangkap
tangan mencuri dompet dan makanan. “Saya mencuri karena lapar, jika
tidak begitu saya akan mati,” katanya polos.

Partai Demokrat, sebuah partai yang berkuasa saat ini di Indonesia
kini telah menjadi benteng bagi para koruptor. Fakta membuktikan, para
koruptor menjadikan partai tersebut sebagai tempat sembunyi.

Tidak heran, banyak koruptor dari berbagai kalangan, termasuk dari
partai lain, belomba-lomba bergabung dengan Partai Demokrat hanya
untuk mengamankan diri mereka dari jeratan hukum.

Contoh gamblang adalah Yusak Yaluwo sendiri. Dia awalnya adalah Ketua
Partai PKPB di Boven Digoel. Dalam Pemilu 2004, Partai ini mendapat 4
kursi di DPRD Boven Digoel yang masing-masing diisi oleh Yusak Yaluwo
sendiri, Ayub Santi, Sebastianus Kamim dan Analis Darean.

Setelah terpilih sebagai bupati pada tahun 2005 dengan cara-cara
kotor, dia masih tetap menjabat sebagai Ketua DPC PKPB Boven Digoel.
Dia baru membeli Partai Demokrat dan meloloskan diri menjadi Ketua DPC
pada tahun 2008 setelah kasus korupsinya mulai terkuak.

“Dia membeli Partai Demokrat dari para pendiri partai ini di Boven
Digoel hanya untuk mengamankan diri di bawah ketiak SBY setelah
korupsinya mulai tercium di mana-mana,” jelas Makarius, tokoh pemuda
di Boven Digoel.

Masyarakat Boven Digoel awalnya merasa gembira dengan penangkapan dan
hukuman yang diberikan aparat penegak hukum kepada Yusak Yaluwo.
Kegembiraan ini wajar karena dengan mencuri “dompet” mereka sebanyak
11 kali 547.000, Yusak telah membuat mereka menderita.

Sayangnya, kegembiraan masyarakat yang masuk kategori miskin ini
ternyata tidak sejalan dengan apa yang menjadi keinginan Partai
Demokrat. Partai Demokrat tetap melindungi Yusak Yaluwo dan memberikan
dia akses yang sangat besar kedalam pemerintahan Boven Digoel dari
balik terali besi.

Posisi bupati non-aktif dan terali besi yang kini menjadi “sangkar”
tempat dia berlindung tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk
berkuasa. Berkat dukungan dari beberapa pendiri Partai Demokrat,
diantaranya Hengky Luntungan, Vence Rumangkang, Max Rompas dan Wagiu
Kaunang, Yusak dipastikan tidak akan pernah dipecat dari Partai
Demokrat.

Lukas Enembe sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Provinsi Papua pun
tidak mengambil langkah tegas untuk memecat kadernya yang secara sadar
dan terencana telah merampok uang rakyat Boven Digoel dalam jumlah
besar.

Selain karena sama-sama “Alumni Manado”, sebuah sentimen kota studi
yang dipupuk selama kuliah di Manado dan menjadi alasan untuk
bagi-bagi kekuasaan di Papua saat ini, Lukas juga melindungi Yusak
Yaluwo dengan harapan agar massa Yusak Yaluwo di Boven Digoel bisa
menyumbang suara dalam Pemilihan Gubernur Papua 2011. Lukas secara
resmi dicalonkan oleh Partai Demokrat.

Dalam perhitungan Lukas, suara yang diperoleh Yusak dengan cara-cara
kotor dalam Pemilukada Boven Digoel 2010 tidak boleh lari ke calon
lain dalam Pilgub Papua. Untuk itu, satu-satunya cara yang diambil
adalah dengan mengamankan Yusak Yaluwo dengan segala cara, sekalipun
dia sudah mencuri sekitar 11 kali 547.000 dompet.

“Dengan cara ini sebenarnya Lukas tidak peduli terhadap kami yang
dikorbankan Yusak, dia hanya mau cari suara kami, dan ini bukti bahwa
Partai Demokrat mendukung koruptor,” kata John, seorang tokoh pemuda
Boven Digoel.

Luntungan Cs yang merupakan kerabat istri Yusak Yaluwo, Ester Lambey,
juga dikabarkan turut memainkan peranan penting dalam menekan Lukas
Enembe agar dia tidak boleh memecat Yusak Yaluwo. Bahkan, mereka
dikabarkan memaksa Lukas Enembe untuk mengamankan Ester Lambey sebagai
wakil bupati Boven Digoel mendampingi Yesaya Merasi.

Dengan kondisi seperti ini, maka lengkap sudah kejahatan mereka. Boven
Digoel dikenadilakn oleh para penjahat dari Manado dan “Alumni Manado”
yang sama-sama bersarang di Partai Demokrat.***
_____________
Sumber : http://digoel.wordpress.com/2011/06/23/gila-kader-partai-demokrat-ternyata-curi-547-ribu-dompet/
Berita yan relevan :
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=14&jd=Kabupaten+Boven+Digoel+Kini+Memasuki+Korupsi+Jilid+II&dn=20110620122942

Minggu, 19 September 2010

Program MIFEE Merampas Hak Hidup Masyarakat.

Program MIFEE Merampas Hak Hidup Masyarakat.
Jayapura, 11 Agustus 2010. 
Pemerintah pusat dan investor masih cenderung melihat tanah Papua ini tidak bertuan. Mereka hanya mempeta-petakan sumber daya alam dan tanah sementara manusianya tidak dihiraukan. Sejak konggres nasional Papua ke II, agenda Dewan Adat Papua adalah menyelamatan manusia Papua dan alam lingkungan Papua termasuk tambang, hutan, laut, sungai, untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat adat Papua. Ada upaya konsolidasi dengan semua organ-organ milik orang Papua. Untuk menjalankan agenda ini maka dibentuklah organisasi yang bersifat rekayasa sosial, di luar struktur asli kepemimpinan adat masing-masing suku. Ada 7 wilayah adat di Papua yaitu wilayah 1, Mamta/Tabi meliputi Mamberamo sampai Tami; wilayah 2, Saereri, Biak Numfor, Serui, Yapen, Waropen, Nabire pantai; wilayah 3, Domberai meliputi Manokwari sampai Raja Ampat; wilayah 4, Bomberai meliputi Fak-fak, Kaimana, Timika; wilayah 5 Anim Ha, meliputi Merauke, Boven Digul, Mappi, Asmat; wilayah 6 Lapago, meliputi Jayawijaya yang dulunya disebut sebagai Jayawijaya, dan yang terakhir wilayah 7, Meepago, meliputi daerah Wissel Meren Paniai dan sekitarnya. Dalam filosofi masyarakat adat Papua, tanah adalah mama yang artinya melahirkan, memberikan kehidupan, menyusui, membesarkan, bahkan ketika sampai mati akan kembali ke tanah juga. Dalam perspektif ekonomi, tanah adalah sumber ekonomi terpenting dan utama. Maka pelaksanaan pembangunan ekonomi yang benar seharusnya adalah berbasis kerakyatan dan harus ada perjanjian dengan pemilik tanah adat. Program MIFEE menujukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak menghargai hak-hak masyarakat adat dan juga konvensi-konvensi internasional.
Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yaboisembut, mengungkapkan hal itu dalam kegiatan diskusi publik dengan judul: _Investasi di Tanah Papua, khususnya MIFEE: Petaka atau Berkat bagi Masyarakat Adat Papua_ yang diselenggarakan oleh Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE (SORPATOM) dan KKRS STFT Fajar Timur dan didukung oleh Mirewit Study Center dan SKP-KC Fransiskan Papua.
Pimpinan SKP-KC Fransiskan Papua, Br. Rudolf Kambayong, mengajak pemerintah dan investor untuk memahami posisi masyarakat asli dan hak-hak hidup mereka. Masyarakat asli perlu didengar pendapatnya. Mereka adalah pelaku pembangunan dan bukan korban dari suatu rencana pemerintah.
Staf ahli gubernur mengusulkan perlunya memikirkan cara menekan dampak negatif serendah-rendahnya dari proyek MIFEE ini. Untuk itu jalan keluar yang ditawarkannya adalah pemanfaatan lahan-lahan transmigrasi yang sudah ada seluas 2,1 jt ha. Fakta sekarang menunjukkan bahwa anak-anak para transmigran banyak yang sudah tidak mau menjadi petani lagi. Mereka memilih untuk tinggal di kota dan menjadi pegawai negeri atau swasta. Maka akan ada sekitar 50% dari lahan pertanian transmigrasi yang statusnya menjadi lahan tidur dan jika dihitung luasannya sekitar 750 ribu hektar sampai 1 juta hektar, sesuai dengan kebutuhan MIFEE. Dengan demikian tidak perlu menebang hutan untuk memenuhi kebutuhan lahan bagi MIFEE. Ditambahkannya, konsep yang akan diterapkan di MIFEE meniru konsep teknologi pangan yang diterapkan di Brasil. Brasil telah mengalami kemandirian pangan dan tidak mengimpor pangan lagi. Meskipun demikian proyek itu telah mengorbankan lahan hutan yang sangat luas. Lebih lanjut dikatakan jika pemerintah menggunakan lahan transmigrasi maka tidak perlu mengeluarkan biaya sebesar 100 trilyun rupiah untuk pembangunan infrastruktur karena kondisi infrastruktur di kawasan-kawasan transmigrasi adalah yang paling baik dibandingkan di kawasan lainnya.
Salah seorang peserta diskusi, Harry M, mengusulkan supaya dilakukan analisa bidang pertahanan dan keamanan menyangkut proyek MIFEE. Seperti diketahui bersama, Merauke memiliki jumlah aparat keamanan yang sangat tinggi, dapat dikatakan mungkin setengah dari jumlah penduduk di Merauke adalah aparat TNI dan Polisi. Papua punya pengalaman buruk bahwa dari sekian banyak perusahaan yang beroperasi di Papua menggunakan kekuatan militer untuk memproteksi wilayah perusahaannya. Maka masyarakat setempat akan tertekan dan ketakutan dengan situasi tersebut. Besar kemungkinan akan terjadi pelanggaran HAM di kawasan ini, sebab sebelumnya saja sudah terjadi pelanggaran HAM yang cukup tinggi akibat kehadiran aparat keamanan di wilayah ini. Masyarakat perlu tahu siapa yang akan mengamankan MIFEE, apakah tenaga keamanan lokal ataukah adalah institusi khusus yang akan dipakai. Hal ini penting sehingga ke depannya jika terjadi konflik maka dapat diketahui secara jelas siapa pelaku dan bagaimana menyelesaikan konflik tersebut.

Diskusi yang diselenggarakan oleh SORPATOM yang sebagian besar beranggotakan mahasiswa dan pemuda asal Papua Selatan bertujuan untuk saling tukar pendapat demi mencari jalan keluar dari persoalan yang muncul dengan hadirnya program MIFEE di Merauke. Semoga upaya SORPATOM dan dukungan kita semua dapat menghantar orang asli Papua mendapatkan kesejahteraannya.
 ( dikutip dari Website-HAM PAPUA )

Rabu, 15 September 2010

Perlu Penanganan Serius, Ledakan AIDS di Indonesia


REPUBLIKA.CO.ID,PADANG--Ledakan kasus AIDS di Indonesia perlu penanganan serta penanggulangan lebih serius dari berbagi pihak."Terjadinya ledakan kasus AIDS di seluruh kota/kabupaten di Indonesia saat ini perlu ditangani lebih serius lagi," kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, di Padang, Rabu.
Menurut dia, saat ini sebanyak 21.770 kasus AIDS terjadi di seluruh kota/kabupaten Indonesia. Kasus tersebut merupakan ancaman yang sangat serius."Kasus AIDS yang terjadi di seluruh kota/Kabupaten di Indonesia sebanyak itu dihitung hingga 30 Juni 2010," katanya.
Dia menambahkan, rata-rata penderita kasus AIDS tersebut berusia 20 tahun hingga 29 tahun mencapai 37,2 persen."Sedangkan penderita AIDS yang berusia 40 hingga 49 tahun hanya mencapai 11,8 persen saja,"katanya.
Dia mengatakan, dari kasus AIDS tersebut, jumlah perbandingan penderita AIDS laki-laki dan perempuan sebesar tiga berbanding satu."Saat ini sudah ada pergeseran pola penyebaran AIDS, penyebaran terbesar terjadi lewat hubungan seks, bukan lagi jarum suntik," katanya.
Menurutnya, jumlah penderita AIDS dari seluruh Indonesia yang terbanyak di Provinsi Papua diikuti daerah Bali, kemudian DKI Jakarta."Sedangkan penderita HIV yang dominan yakni DKI Jakarta mencapai 9.804, Jawa Timur mencapai 5.973,"katanya.
Dia menambahkan, penyadaran dan pendampingan terhadap penderita HIV/AIDS perlu terus ditingkatkan, agar jumlah mereka dapat diminimalkan."Minimal kita dapat memberikan konseling dan bimbingan terhadap mereka tentang pentingnya kesadaran untuk mau berobat secara teratur, dan menyebarkan hal itu kepada penderita lainnya," katanya.

Fakta dari Mamberamo Hulu

Distrik Mamberamo Hulu dengan Ibukota Dabra merupakan suatu wilayah yang terletak dipinggiran anak sungai Mamberamo –Taritatu dibawah kaki gunung Van Rees dan Pegunungan Jayawijya.Posisi Geografis terletak pada  03° 16.199’ LS dan 138° 36.906 BT   dengan elevasi  43 m dpl . Luas 3,748 Km2  ( data Papua dalam angka tahun 2007 )
Merupakan bagian Administratif pemerintahan dari Kabupaten Mamberamo Raya yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sarmi melalui UU no 19/2007 Pembentukan Kab. Mamberamo Raya.
Secara administratif Distrik Mamberamo Hulu termasuk dalam Kabupaten Mamberamo Raya dengan ibukota Dabra.  Sedangkan batas-batas wilayah Distrik Mamberamo Hulu adalah : - Sebelah utara : Distrik Mamberamo Tengah dan Distrik Tor Atas - Sebelah selatan : Kabupaten Jayawijaya - Sebelah timur : Distrik Paniai Timur - Sebelah barat : Kabupaten Yapen Waropen
Jenis tanah merupakan bagian dari Hutan Tropis basah yang curah hujan cukup tinggi dengan banyak telaga-telaga kecil sehingga menghasilkan banyak lahan basah disekitarnya.
Mata pencaharian rata-rata penduduk asli Papua adalah menangkap ikan,memburu buaya,dan petani tradisional. Kepercayaan masyarakat pada umumnya Kristen Protestan.
Telah terdapat Fasilitas Umum seperti PUSKESMAS ,Sekolah dan Pasar tetapi belum berjalan secara maksimal.
Pemerintah Distrik sendiri tak berada di tempat dan tidak terdapat pelayanan bagi masyarakat khususnya untuk kebutuhan KTP maupun akte kelahiran dan surat penting lainnya bagi masyarakat.

Papua tanpa batas

Dengan ditetapkannya kawasan hutan Papua dan Lautnya menjadi situs "paru-paru dunia"..sebenarnya telah menunjukan kepada kita sekali khususnya yang mendiami "negeri burung kuning" ini bahwa kita sangat berarti bagi keberlangsungan hidup manusia dimuka bumi ini.

Sekarang tinggal kita menjaga kelestarian alam Hutan kita ini dengan sebaik-baiknya agar keberadaan kita dapat diakui dan yang lebih pentiing Papua ada tanpa Batas....